Hei, aku tak tahu namamu. Aku sedang menikmati danau Situ Gunung di daerah Sukabumi lalu ada kamu. Sungguh aku tak ingat kapan potretmu ada dalam ponselku, aku tak tertarik denganmu aku hanya tertarik pada suatu kegiatan yang sedang kamu lakukan.
Boleh aku deskripsikan sedikit tentang tempat itu? Situ Gunung, sebuah tempat yang sejuk, menyenangkan, wadah air yang menyimpan banyak kebahagiaan, pepohonan yang rindang, hijau semua dan perahu kayu kecil yang kamu naiki.
Suara-suara itu mulai saling bersahutan, suara rintikan gerimis. Aku melihat kamu mendayung perahu kayu kecilmu, sedikit membungkuk, kamu terlihat begitu bahagia. Tapi tak lama gerimis itu mulai deras, menjadi hujan. Kamu tetap mendayung perahu kayu kecilmu. Aku kira kamu menghampiriku yang tengah berdiri di bibir danau dan sesekali memandang hijau pepohonan saat hujan datang. Ternyata kamu tetap mendayung. Kamu mendayung tak berpayung. Wajahmu terlihat seperti anak kecil yang bahagia ketika hujan turun, anak kecil yang berlari-lari, menari-nari, kejar-kejaran dan saling menertawakan. Dan yang aku tahu saat ini tak sedikit orang dewasa yang mencacimaki hujan, menyalahkan hujan pun membencinya.
Kamu seketika mengubah paradigmaku. Aku menyimpulkan sesuatu dari kegiatanmu itu.
Kamu yang mendayung tak berpayung, tetap kamu mendayung walaupun hujan deras turun.
Kamu mendayung tak berpayung, tetap kamu mendayung walaupun kamu sendirian.
Kamu mendayung tak berpayung, tetap kamu mendayung walaupun angin menggoyangkan perahu kayu kecilmu.
Kamu mendayung tak berpayung, tetap kamu mendayung walau masa lalu berputar-putar di otakmu.
Boleh aku deskripsikan sedikit tentang tempat itu? Situ Gunung, sebuah tempat yang sejuk, menyenangkan, wadah air yang menyimpan banyak kebahagiaan, pepohonan yang rindang, hijau semua dan perahu kayu kecil yang kamu naiki.
Suara-suara itu mulai saling bersahutan, suara rintikan gerimis. Aku melihat kamu mendayung perahu kayu kecilmu, sedikit membungkuk, kamu terlihat begitu bahagia. Tapi tak lama gerimis itu mulai deras, menjadi hujan. Kamu tetap mendayung perahu kayu kecilmu. Aku kira kamu menghampiriku yang tengah berdiri di bibir danau dan sesekali memandang hijau pepohonan saat hujan datang. Ternyata kamu tetap mendayung. Kamu mendayung tak berpayung. Wajahmu terlihat seperti anak kecil yang bahagia ketika hujan turun, anak kecil yang berlari-lari, menari-nari, kejar-kejaran dan saling menertawakan. Dan yang aku tahu saat ini tak sedikit orang dewasa yang mencacimaki hujan, menyalahkan hujan pun membencinya.
Kamu seketika mengubah paradigmaku. Aku menyimpulkan sesuatu dari kegiatanmu itu.
Kamu yang mendayung tak berpayung, tetap kamu mendayung walaupun hujan deras turun.
Kamu mendayung tak berpayung, tetap kamu mendayung walaupun kamu sendirian.
Kamu mendayung tak berpayung, tetap kamu mendayung walaupun angin menggoyangkan perahu kayu kecilmu.
Kamu mendayung tak berpayung, tetap kamu mendayung walau masa lalu berputar-putar di otakmu.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar