Nirmala

Minggu, 04 Oktober 2015

Untuk Perempuan yang Akan Mendampingi Lelaki Acuh



Untuk Perempuan yang Akan Mendampingi Lelaki Acuh

Mungkin kamu tak akan pernah tahu siapa aku, asal usulku atau tempat tinggalku. Mungkin kamu juga tak akan pernah membaca tulisan ini.
Jika kamu mau, kamu bisa bertanya tentangku pada lelaki acuhmu, itu pun jika dia berkenan untuk menjawabnya.

Kata selamat atau ucapan turut berbahagia hanya basa-basi yang mungkin tidak akan aku berikan untuk kamu  dan lelaki acuhmu.

Untuk perempuan beruntung yang akan mendampingi lelaki acuh. Aku rasa kamu adalah seorang perempuan yang baik.
Mungkin ini terlalu naif. Tapi aku masih yakin dengan tuhanku. Aku yakin tuhanku akan memilihkan perempuan terbaik untuk
mendampingi lelaki acuhmu itu.

Untuk perempuan yang dipilihkan tuhan untuk lelaki acuh, mungkin kamu tak akan pernah tahu. Tapi aku tahu.
Ya, aku lebih tahu sebelum kamu tentang lelaki acuh itu. Aku akan menceritakannya padamu tentang hal-hal apa saja yang harus kamu tahu.

Lelaki acuhmu itu adalah orang yang baik. Jadi, kamu tak perlu khawatuir untuk mengingatkan solat jika dia sedang tak bersamamu.
Dia adalah seorang muslim yang taat, yang selalu menjalankan kehidupan sesuai syariat.

Lelaki acuhmu adalah seorang yang mencintai puisi. Aku rasa kamu tak perlu cemburu pada puisi dengan judul apa atau pengarangnya siapa.
Oh ya, jangan lupa buatkan puisi saat pagi, tengah malam atau kapan pun sesukamu. Tapi jika kamu tidak bisa membuat puisi.
Biarkan hanya senyummu yang mengisi.

Lelaki acuhmu sangat suka minum teh, kopi atau sekedar menikmati chocolate ice cream. Mungkin setiap hari kamu bisa buatkan dan sajikan di meja makan.
Sebelum dia berangkat atau pulang kerja. Kamu juga bisa buatkan cemilan kesukaannya, brokoli crispy dengan saus mayonise. Kamu tak perlu khawatir jika makananmu tidak habis. Karena dengan cepat dia akan bertanya, meminta ijin untuk menghabiskan makananmu yang tidak habis itu.

Tentang selera musik, aku sangat paham selera musik lelaki acuhmu. Kelas. Jadi, jika kamu mungkin asing pada lagu-lagu indie atau ber-genre Jazz
seperti Sore, Payung Teduh, Layur, Frau, Lipstick Lipsing, L'alphalpha, Mocca dan The Trees and The Wild kamu bisa sejenak diam sambil menemaninya mendengarkan lagu-lagu yang sedang dia dengarkan. Mungkin kamu bisa suka pada musik-musik sejenis itu. Jangan lupa ajak dia untuk menonton konser musik jazz. Luangkan waktumu untuk melihatnya menikmati musik ditemani hujan, aku rasa akan semakin syahdu jika bersamamu.

Kamu akan tahu lelaki acuhmu sangat suka travelling. Dia seorang pejalan kaki sejati yang menikmati pantai, senja, ombak, pasir putih, angin, gunung, hutan, bau bunga eddelweis, danau dan lainya. Aku rasa kamu bisa menjadi travel-mate-nya kelak. Atau jika dia ingin travelling sendiri, berikan ijin, berikan kesempatannya untuk mengunjungi kawan lama dan/atau kawan barunya. Mungkin menyenangkan.

Sebenarnya aku benar-benar tak sanggup untuk menuliskan ini kepadamu. Bahkan saat menuliskan ini pun seakan semua kata-kata yang sudah aku rangkai sebulan yang lalu sekejap hilang. Tentang aku, kamu tak perlu cemburu. Aku akan mendoakan kamu dan lelaki acuhmu. Jika tuhan mempertemukan aku dengan lelaki acuhmu. Aku hanya berharap kita sama-sama bertemu dengan kebahagiaan masing-masing. Dan mari tertawakan masa lalu.

Jakarta, Oktober 2015
Nirmala Hapsari

Sabtu, 19 September 2015

Ruang Momen dan Luka

Bukan tentang rindu yang tak sengaja aku balut dengan pilu atau tentang kita yang sama-sama melankolis, sama-sama menganggap semua benda menjadi puitis.
Aku pastikan tulisan ini bukan tentang senja yang terlalu jingga yang saat itu tidak sempat kita nikmati bersama.

Stasiun.
Mungkin bagi sebagian orang ruang itu menjadi saksi bisu kebahagiaan atau kesedihan. Sebab selalu ada kata perpisahan setelah kata pertemuan.
Stasiun yang ternyata menghadirkan pelbagai peristiwa yang sekelebat bertungkus-lumus kepada pengunjungnya.

Rel, peron, gerbong, ruang tunggu, loket, KRL, bunyi bel yang khas seakan ingin membawa aku masuk silih berganti ke dalam ruang dan waktu serta suasana yang silih berganti dari bahagia, sedih, terharu, tersenyum dalam kesedihan atau sedih dalam senyuman.

Malam percaya bahwa kesedihan di tengah kepadatan bukan hanya tentang kesendirian. Ia berdua bersama luka yang memdalam. 

Minggu, 02 Agustus 2015

Sesak

Tak pernah sekali pun aku rasakan keadaan ini.
Bagaiman mungkin aku membenci tentang keputusanku. 
Bukan. 
Bukan hanya itu. Aku sudah kecewa dengan diriku sendiri. 

Lantas bagaimana?
Aku tak tahu harus apa dan harus bagaimana.
Tentang perasaan yang sudah lama. 
Tentang pertemuan yang tak pernah membuat kecewa.
Tentang hati yang siap untuk terluka.

Aku ingin menjawab segala tanya yang dibuka dengan kata kenapa.
Tapi yang ku tahu kau tak pernah bertanya kenapa atau alasannya apa. Barangkali sudah terlanjur tak peduli atau terlalu kecewa. Tapi ku tasa kau tak mungkin kecewa. Prasangka apa pula yang ku tuliskan di tengah malam begini. 

Tapi bagaimana pun pada akhirnya selali ada hati yang entah dipaksa atau dengan ikhlas menerima.


-I wonder if you know.. Suddenly you changed my mind-


Agustus
Tengah Malam
Sesak

Nirmala H

Kamis, 16 Juli 2015

Takbir

"Suara takbir berkumandang seantero negeri"


Kalimat itu kau rangkai beberapa tahun lalu. Tugasku mengetik pesan singkat tersebut dengan beberapa kalimat tambahan permohonan maaf juga di akhir kalimat yang masih ku hafal "dari hamba-Nya yang berlumuran dosa". Aku sebarkan kepada saudara, kerabat dan rekan kerja yang ada dikontak ponselnya.

Dua kali lebaran sudah. Tak ada yang menyuruhku untuk melakukan hal itu. Tahun lalu karena kau sakit dan tahun ini karena kau telah tiada.

Malam takbir tahun ini berbeda dengan tahun lalu.
Kali ini aku masih bisa menulis di blog. Berkumpul dengan saudara, makan ketupat, rendang, opor, berkunjung ke rumah saudara dan ku pastikan tak ada air mata. Walau rindu masih terus bertambah setiap harinya. Sesekali aku lihat ponselku yang penuh dengan kalimat copy-paste tentang ucapan selamat dan permohonan maaf. Nanti saja ku balas atau mungkin besok.

Malam takbir tahun lalu.
Aku melihat kau terbaring lemah tak berdaya. Badanmu masih terlihat gemuk tak terlihat seperti orang sakit dan memang kau tak sakit secara fisik.
Aku bacakan ayat-ayat suci Al-Quran. Lalu aku lihat kau agak tenang.
Al-Baqarah.
Malam itu aku tidak tidur. Menemanimu semalaman. Sampai pada adzan subuh berkumandang aku baru terlelap dan tak sempat sholat Ied seperti kebanyakan orang yang datang pagi-pagi dengan baju baru atau mukena/sarung baru.

Tadi sore sebelum aku membeli bunga untuk besok ku pasang lagi bingkai foto di kamar. Setelah beberapa bulan lalu ku taruh di lemari.

Banyak yang merindukan.
Semoga kelak di tempat yang kekal kita dipertemukan.
Selamat Takbiran.
Selamat Lebaran.



Bekasi, 29 Ramadhan 1436 H
Nirmala Hapsari

Senin, 01 Juni 2015

Everything Just Blends into a Perfect Harmony

Ada orang-orang yang bersikeras mempertahankan kenangan
dan stasiun ini seolah diperuntukan bagi orang-orang seperti itu.
Nyaris tak ada yang berubah.
Peron, gerbong kereta, loket, toilet, musholla, minimarket dan ruang tunggu.

Bertahun lalu, tempat ini menjadi titik temu kita. Entah kenapa kali ini kamu memilih tempat ini lagi.

Ramai.
Dengan kondisi seperti ini pun aku masih bisa mengenalimu dari kejauhan di balik badanmu.

Hingga sampai sekarang, saat aku menulis ini, aku tidak tahu, masih tidak paham, kenapa tuhan masih mempertemukan kita untuk kali yang sekian. Padahal dulu ketika pertama kali bertemu, namamu saja aku tak tahu.

Lantas, apa yang kita tuntut dari sebuah pertemuan?
Pertemuan berikutnya dengan (tak) ada harap?

Ditelingaku,
segala diammu terdengar lebih merdu,
syahdu.

Dimataku,
wajah dinginmu masih jauh lebih indah dibanding warna senja di pantai manapun.

Kita mungkin sedang saling menunggu sebuah pertanyaan atau pernyataan. Yang kita sendiri sudah sulit untuk membedakan.

Tapi kita sudah terlanjur percaya pada diam kita masing-masing.
Kita juga percaya bahwa diam kita sebenarnya saling bercerita, saling bercengkrama.

Kita sampai pada tempat yang membuat kita tersesat untuk sampai.
Kerumunan kecil, tempat yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. Sekedar menikmati churros green tea dan es jeruk. Menyenangkan.

Hingga akhirnya kita sama-sama memikirkan tentang doa saat kita dipertemukan akankah tuhan menghentikan waktu yang terus berjalan dan terasa cepat.

Dalam lamunanku setelah kita dipisahkan oleh kereta yang berhenti di salah satu stasiun, 'tidak ada puisi untuk kita malam ini, ada saatnya pertemuan harus kita lewati tanpa indahnya metafora apa pun. 

Kamis, 09 April 2015

Ketidakmungkinan

Ketidakmungkinan yang aku selipkan sendiri di dalam kata harap
Bukankah tuhan tak pernah ingkar dan tak pernah ada kata ketidakmungkinan itu?
Tapi aku sendiri yang membuatnya ada

Aku membuatnya masuk, menyelinap, lalu melapisi setiap detail-detail kata harap
Apa aku terlalu buruk untuk harap itu?
Aku rasa

iya

Aku membuatnya semakin banyak
Kata itu semakin banyak
Semakin menumpuk
Semakin tak tahu harus ku letakkan dimana
Dimana-mana ada kata itu

Sekarang

Ketidakmungkinan ada
Bukan hanya pada kata harap
Bukan hanya pada kata kita
Bukan pula menyoal tentang jarak

Perihal aku yang membuatnya menghadirkan kata

Ketidakmungkinan

Terlebih ketika aku tak berjarak dengan kamu
Kata itu selalu ada


Jakarta, April 2015
Nirmala Hapsari

Jumat, 06 Februari 2015

Untuk Tuan Kazıklı Voyvoda

Untuk Tuan Kazıklı Voyvoda,

Dengan kesadaranku sendiri, kali ini aku yakini tuan. Benar tuan, ini adalah surat terakhir yang aku tulis untuk tuan.
Sesekali nafasku sesak melihat keadaan yang tak semestinya.

Memusatkan semua perhatianku pada tuan membuat aku semakin menggila tuan.
Aku menyerah pada titik ini.
Titik dimana aku sudah tidak bisa menerima lagi siapa-siapa yang ingin mencoba bersama ku.

Tenang tuan.
Aku tak akan mengganggumu dengan surat-surat ku.
Karena ada salah seorang sahabatmu berkabar padaku.
Bahwasanya tuan merasa terganggu akan kehadiran surat-surat dari ku.

Selamat berbahagia ya tuan,
ku dengar sebentar lagi tuan akan membawa putri entah dari negeri mana untuk dikenalkan pada orang tua tuan.
Selamat.
Padahal aku setiap hari berdoa supaya tuan hendak memperkenalkan aku pada orang tua tuan.
Tapi tak apa-apa

Kini aku punya kata-kata sakti
yang aku lafalkan setiap hari



Aku tak ingin mencintaimu 
Aku tak ingin mencintaimu
Aku tak ingin mencintaimu

Aku tak pernah lupa kata-kata itu
Dari,

Putri Nirmala (Negeri Sebelah Tuan)

Rabu, 04 Februari 2015

Teh Manis Hangat Pagi ini #30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-7


Kepada Pria yang Takut Tehnya Habis,

Pagi ini

Aku memikirkan akan hangatnya senyummu
Teduhnya wajahmu
Tak beraturannya rambutmu
Serta tajamnya tatapan matamu

Di ruang yang luas ini

Aku menyulam harapan
Akan sebuah kebersamaan
Bersama ganjilnya perasaan

Masih di pagi ini

Aku masih memunguti huruf yang berserakan di lantai
Aku tahu saat ini kamu senang menyendiri ke pantai
Serta segala harap membuat tubuhku gontai

Masih di ruang yang luas ini

Aku rasa surat ini mengandung hukum kontradiksi yang bagus
Yang suatu pernyataan tidak mungkin benar dan salah sekaligus

Masih di pagi dan di ruang yang luas ini

Aku nikmati sentuhan jemariku di dinding luar cangkir teh manis panas berwarna putih
Mataku masih terpaku akan gambar wajahmu di samping cangkir teh manis panas ini
Apa yang terjadi?
Aku menemukan jawaban dari segala yang tak pernah aku pertanyakan di sudut hatiku

Dari,
Penikmat Teh Manis Hangat Pagi ini

Selasa, 03 Februari 2015

Tentang Pertemuan yang Kekal dalam Ingatan #30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-6

Untuk Seseorang yang Ku Sebut Besi, 

Tentang pertemuan yang terlalu menyenangkan.
Tentang seseorang adalah kamu yang banyak menulis di kertas usang hidupku.
Tentang bagaimana cara tuhan mempertemukan kita.
Dan tentang yang membuat hati berdesir, pertemuan yang tidak sengaja dan begitu berkesan.

Saat itu selepas sholat Dzuhur di Mushollah Kampus Kimia kita. Aku yang sedang mengikuti OSPEK di hari pertama.
Sambil menoleh ke arahku kamu bertanya, "Setelah ini kegiatannya apa lagi?"
Aku tak menjawab pertanyaanmu itu, tapi aku langsung mengeluarkan jari telunjukku, menunjuk ke arah kamu dan berkata
"Oh lo anak baru juga?"

Kamu diam dan tersenyum sambil diam-diam kamu menatapku. Aku rasa diammu itu meng-iya-kan pernyataanku tadi.
Lalu aku melanjutkan OSPEK, sederet acara itu yang membuatku itu adalah derita mahasiswa baru. Aku terima. Teman-temanku menyenangkan.
Seorang telah datang dengan rona warna gelap muncul di balik utara, menerawang seberapa digit dalam kegelisahanku.
Aku terpenjara dalam kekuasaan waktu.
Mengapa begini?
Ternyata seseorang yang kutemui di mushollah tadi itu bukan mahasiswa baru sepertiku yang sedang mengikuti OSPEK.

Lututku lemas, tubuhku gemetar.

Aku dipanggil untuk berbicara dengannya.
Aku berhadapan denganmu.

Semakin tidak karuan perasaan ini.
Habislah aku dicabik-cabik kelakuanku sendiri.

"Coba baca ini?" Kata mu dengan tatapan mata yang sangat tajam.

Aku coba membacanya dan ah ternyata aku masih belum paham apa itu. Hanya sebuah lembar halaman depan dari Tugas Akhir tentang Zeoilt Alam Bandung untuk Bahan Bakar lengkap dengan nama mahasiswa yang membuatnya. Ya itu kamu. Tapi aku masih belum paham. Dan akhirnya aku meminta bantuan temanku untuk mengartikan halaman depan itu.

Dengan kejadian OSPEK di hari pertama aku tahu namamu.

Dan beberapa lama kita tak bertemu. Kamu sudah melanjutkan karirmu. Bekerja di salah satu Laboratorium Lingkungan. Hingga entah mengapa tuhan mempertemukan kita kembali dalam ruang tak berjarak. Kita saling mengenal. Aku tidak begitu tahu kenapa kamu terlihat begitu perhatian kepadaku. Barulah ketika aku sadar, ketika kamu mengungkapkan perasaaannya lewat kata-kata yang aku rasa tidak romantis.
Pertemuan yang berkesan dan kamu meninggalkan aku dengan berjuta kenangan. Entah aku atau kamu yang saling meninggalkan. Sejak wanita itu datang dengan ribuan perhatian dan kasih sayang yang dia berikan.

Aku mundur.

Ini masa ku, hanya sebuah kata yang tersirat maknanya dan lagi-lagi menambah sendu di dada.
Siang itu di ruang kamar, terik matahari dan teduhnya mimpi. Membuyarkan harapan-harapanku.
Aku membiarkan kamu berjalan lebih jauh bersama wanita itu. Sebab aku sadar. Aku sadar betul perselingkuhan itu terjadi karena salah satu pasangan merasa tidak nyaman dengan pasangannya. Dan ku rasa aku telah membuat kamu dan dirimu menjadi tidak nyaman lagi.

Maaf, aku tidak bisa menjawab pertanyaan darimu. Aku rasa sudah cukup.

"Jika kita ditakdirkan untuk tidak bisa saling bersama, jangan kamu selalu tanyakan kepadaku




"Kenapa tuhan mempertemukan kita dengan cara yang sebegitu berkesannya
?"






Dari,
Aku

Lelaki Jangkung Berbaju Merah #30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-3

Dear Lelaki Jangkung Berbaju Merah,

Apa kabarmu hari ini?
Aku harap kau ingat denganku.
Aku harap juga kamu masih ingat ketika dengan malu kamu bertanya siapa namaku.

Ingatkah kamu akan percakapan kita? Baiklah. Aku tahu kamu lupa dan aku akan menceritakannya kembali.

Aku sempat bertanya ketika pertemuan kita yang kedua, di sudut kota, dengan suasana mendung dan penuh cemas serta harap.
Aku bertanya "Apa yang membawamu kemari?”

”Kenangan.” Katamu.

”Palsu!”

Kalau ini hanya soal kenangan, tidak perlu menunggu 4 tahun setelah semua berlalu.
Kamu tersenyum. Hanya sebentar kecanggungan di antara kita sebelum kata-kata obrolan meluncur seperti peluru-peluru yang berebutan keluar dari magasin.
Bertemu denganmu, mau tidak mau mengingatkan kembali pada pengalaman kita dahulu. Pengalaman yang menjadikan kita, walau tidak setiap waktu, selalu lekat diingatanku.

Kita tertawa. Tertawa dan tertawa seakan-akan seluruh rentetan kejadian yang akhirnya menjadi pengingat abadi hubungan kita .
Kini waktu telah menghapus semua keabadiannya.
Kamu lalu mengajak aku ke halaman belakang di mana kita pernah bersama-sama menikmati cokelat panas bersama.

Mataku kemudian melirik pakaian yang kamu kenakan. Sebagai pengingat yang baik, aku selalu ingat baju apa yang kamu pakai pertama kali kamu bertemu denganku.
Kali ini kamu kenakan pakaian itu lagi. Aku suka dengan baju merah yang kamu kenakan. Kamu seperti melekatkan kembali sesuatu yang sudah aku lepas.

Aku rasa ini terlalu jauh jika kita membicarakan hal semestinya sudah tidak layak untuk kita bicarakan.
Satu hal yang harus kamu tahu.
Aku tidak menunggu kamu sekarang, karena ada lelaki yang setia di sampingku yang selalu menemaniku tanpa aku harus menunggu.

Salam,
Aku

Senin, 02 Februari 2015

Pria dan Buku #30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-4

Untuk Pria Berkemeja Putih

Di ruang tamu tersedia dua cangkir teh hangat lengkap dengan kue yang manisnya lebih manis daripada teh hangat itu. 
Di luar hujan deras. 
Di diriku ada magnet dari kamu yang menarik aku untuk berdiskusi denganmu.
Kali ini tentang buku. Setelah kamu dapati aku sedang membawa buku favoritku. Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.

Kamu mulai dengan cerita sewaktu kamu mencari buku-buku Pram. Kamu mencari sebelum reformasi, baru kamu temukan di social agency Jogja. Buku-buku terlarang katamu banyak dijual di sana. Terakhir tahun 2000an katamu buku-buku Pram sudah dijual bebas, kecuali satu judul Bukan Pasar Malam. Kamu juga melanjutkan ceritamu, sambil sesekali meneguk teh hangat itu. Waktu kuliah dulu memang pikiranmu pro ke kiri. Pram, Tan Malaka, Nitzche, Cumus dll. Kamu mengalami pergumulan pemikiran mereka. 

Aku minum teh hangatku, tak ku habiskan karena aku tahu kita akan banyak bercerita. Benar saja kamu lanjut bercerita tentang buku-buku sufi. Katamu semua itu proses perjalanan hidup.

Aku masih ingat saat kamu melanjutkan ceritamu katamu dalam studi linguistik itu ada yang disebut analisis wacana atau dalam studi sosial agama disebut hermenetik. 

Dan kamu tahu, aku pun selalu ingat katamu kenikmatan pembaca adalah saat bisa menyelami opini yang ingin diteriakan oleh penulis itu nikmat sekali. Lalu kita paham konteks sosio kultur saat dia menulis itu, kondisinya seperti apa. Kita bisa menangis, bisa tertawa, bisa melamun berhari-hari atau bisa tiba-tiba ada di jalan, di stasiun kereta. Hanya ikut merasakan hati dan pikiran penulis. Katamu sama seperti ketika kamu membaca narasi cintanya Gibran. Itu persis seperti orang ditolak cinta. Sakit. Perih. 


Ternyata teh hangatku sudah habis. 

Aku menantikan saat-saat diskusi bersamamu lagi. 
Untuk sekian kalinya aku mengucapkan terimakasih tentang segala pernah. 


Dari, 
Teman diskusimu saat hujan


Minggu, 01 Februari 2015

Secangkir Kopi #30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-3

Dear Secangkir Kopi,

Di tempat ini aku ditemani aromamu serta bayangan pria dalam pekat warnamu.
Begitulah. Yang aku paham cuma cara menikmati kamu, aromamu, warnamu dan bayangan pria itu.

Ku biarkan bayangan yang ada dalam pekatnya warnamu berlari dan keluar dari pengelihatanku. Ternyata tak semudah yang aku kira.

Berkuasalah atas segala yang merindu, yang tak pernah tahu bahwa dirinya (yang hanya bayangan) itu selalu aku rindukan.

Siapa yang menyangka aku bertemunya lagi. Walau hanya dalam pekatnya warnamu.

Maaf aku minum kamu :
Aku, bayangan pria dalam pekatmu, dan harapan yang lain yang aku kira masa depan dan semua yang cuma andai.

Tertanda,
Pecinta bayang pria dalam pekatnya warnamu

Jumat, 30 Januari 2015

Matahari #30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-2

Selamat siang Matahari,

Siang ini terikmu sampai ke ubun-ubunku.
Jika banyak orang membenci, mencaci bahkan tidak bersyukur atas kehadiranmu.
Aku beda.
Aku bukan satu dari banyak orang itu.

Aku belajar mencintai darimu, matahari.
Salahsatunya adalah bagaimana cara kamu mencintai bumi dengan terus menyinarinya.

Kali ini aku rasa mencintaimu mengganggu kualitas hidupku.
Aku semakin menjadi.
Aku menunggu kamu bukan hanya di pagi, siang, dan sore hari.
Aku menunggu kamu di malam hari.

Kamu bukan pelangi.
Kamu tetap matahari.

Dan aku tahu.
Untuk dapat terus bersamamu.
Aku
Harus
Membuat
Bumi
Berhenti
Berputar


Dari yang mencintai matahari

Bunga untuk Seorang Kekasih #30HariMenulisSuratCinta Hari ke-1

Kepada Bunga untuk Seorang Kekasih,

Terimakasih atas segala sapa mu pagi ini, engkau akan aku letakkan di tempat ini.
Tempat ini adalah lain cerita.
Tempat ini adalah salah satu bagian dari sekian banyak singgasana.
Bagiku.
Pesan yang disampaikan dari tempat ini selalu mengingatkanku untuk terus harus belajar berbuat baik.
Karena pada kenyataannya kita semua akan menuju tempat ini, meski tempat ini bukanlah menjadi tujuan kita.

Kepada bunga untuk seorang kekasih yang sedang tidur panjang.
Perkenalkan, saya sulung yang lima bulan terakhir ini sedang ditinggal tidur panjang oleh kekasihnya.
Kekasih yang amat dicintainya.

Kepada bunga untuk seorang kekasih yang sedang tidur panjang.
Selain bersamamu ke tempat ini aku juga bersama adik dan mama.
Kami tak pernah menangis di tempat ini.
Sebab kami tahu, kekasih akan selalu dipertemukan kembali dalam waktu yang tempat yang tepat dan kekal.

Kepada bunga untuk seorang kekasih yang sedang tidur panjang.
Aku tinggalkan kau di sini.
Sesekali aku menoleh kembali ke tempat ini.
Kupandang tempat ini. Jika kekasihku sehat sebagaimana dulu dengan mudah ia pasti bisa membaca pikiranku.
Aku tak bisa berlama-lama di tempat ini.

Kepada bunga untuk seorang kekasih yang sedang tidur panjang.
Temani kekasihku ini. Bantu aku untuk mendoakannya juga.
Semoga warna-warni mu membuat wajahnya berseri.
Semoga wangi mu membuat hatinya menari.

Salam hangat,
Dari aku yang selalu mendoakan kekasihku :-)

Minggu, 11 Januari 2015

MENIK(mati)AH

Sudah lama rasanya saya tidak corat-coret di toilet (baca : judul bukunya Eka Kurniawan), maksudnya corat-coret di blog.
Kenapa ada maksudnya? Ya, karena agar ada tujuan serta niat yang mudah-mudahan samapai ke siapa pun termasuk yang membaca blog ini.

Bercerita perihal pernikahan itu tak selalu menjadi hal yang menyenangkan oleh berbagai kalangan. Menikah itu juga bukan tujuan dari hidup.
Tapi apakah kita (yang belum menikah) tidak ingin mempunyai keturunan, menyapa seorang yang kita cintai di pagi hari,
tertawa bersama menertawakan hidup yang ah sebenarnya tak patut untuk ditertawakan, berjalan bersebelahan sambil menikmati perubahan warna langit, sholat berjamaah, sarapan bersama atau mungkin sekedar menonton di bioskop. Adalah hal yang sulit ketika banyak pertanyaan perihal pernikahan, mungkin ada yang bertanya seperti ini :

"Kapan nikah?"

"Sudah lulus kuliah apa lagi? Nikah sana !"

"Sudah ada calonnya belum?"

"Ditunggu ya undangannya"

atau ketika datang ke sebuah acara pernikahan tak sedikit yang bertanya :

"Kapan nyusul?"

Mungkin juga ada percakapan yang menunjukan kepasrahan seperti ini :

"Kapan nikah?"
"Jangan tanya kapan saya nikah, cariin aja calonnya nanti saya nikahi"

Ada yang bilang indah itu jika hati yang senantiasa resah dan gelisah menemukan sakinah dalam nikah, tapi tak sedikit yang mempunyai prinsip indah itu sendiri dan bisa melakukan apa saja sendiri. 

Orang yang menikah memiliki kadar kortisol (hormon stres) lebih renda, maka pernikahan bahagia bisa membantu mencegah stroke. Itu jika pernikahannya bahagia. Sekarang ini kita mungkin sering melihat banyak pernikahan "gagal", tidak KDRT, pasangan yang selingkuh, suami tidak menafkahi istri, peran istri dan suami menjadi terbalik, suami yang poligami tapi tak adil, atau istri yang menjual diri untuk makan dan didukung oleh suaminya. Begitu mengerikannya hal-hal seperti itu. Jadi, masih ingin menikah? Tentu tidak semua pernikahan "gagal", trauma kadang menjadi pemicu seseorang memutuskan hidup sendiri. Sebenarnya lebih baik menikah. Teorinya seperti itu.

Masih ada pemikiran kusut tentang menikah, jika menikah adalah menyerah untuk menerima segala masalah. Terbukanya pintu masalah, tapi apakah mungkin hidup ini tanpa masalah. Yang katanya jika tidak ada masalah itu pun masalah.

Mungkin juga tak sedikit yang resah, bahkan ketakutan ketika kelak menikah dengan pasangan yang sama sekali tidak dicintainya. Bagaimana dengan itu?
Apakah kita harus menikah dengan seseorang yang kita cintai?
Sebab ada pula manusia yang tak mau belajar untuk mencitai, apalagi di jaman sekarang manusia ingin ada timbal balik. Kalau mencintai seseorang ya orang itu harus dicintai pula. Rumit? tentu tidak. Segalanya akan berjalan dengan sendirinya. Masih resah?

Menikah adalah komitmen untuk saling melengkapi, bukan hanya sekedar untuk mengubah status saja.

Sesuatu yang baik akan tetap akan tetap menjadi baik jika diawali dengan proses yang baik. Kamu setuju bukan kalau nikah adalah sesuatu yang baik? 

Maaf jika corat-coret ini tidak sejalan dengan jalan pikiran kalian. Sekedar menuangkan isi sampah di kepala dan blog ini adalah TPA nya (Bantar Gebang). Namun, apalah arti Jakarta tanpa Bantar Gebang.


Tertanda,

Nirmala Hapsari
Cakung, Januari 2014