Nirmala

Minggu, 11 Januari 2015

MENIK(mati)AH

Sudah lama rasanya saya tidak corat-coret di toilet (baca : judul bukunya Eka Kurniawan), maksudnya corat-coret di blog.
Kenapa ada maksudnya? Ya, karena agar ada tujuan serta niat yang mudah-mudahan samapai ke siapa pun termasuk yang membaca blog ini.

Bercerita perihal pernikahan itu tak selalu menjadi hal yang menyenangkan oleh berbagai kalangan. Menikah itu juga bukan tujuan dari hidup.
Tapi apakah kita (yang belum menikah) tidak ingin mempunyai keturunan, menyapa seorang yang kita cintai di pagi hari,
tertawa bersama menertawakan hidup yang ah sebenarnya tak patut untuk ditertawakan, berjalan bersebelahan sambil menikmati perubahan warna langit, sholat berjamaah, sarapan bersama atau mungkin sekedar menonton di bioskop. Adalah hal yang sulit ketika banyak pertanyaan perihal pernikahan, mungkin ada yang bertanya seperti ini :

"Kapan nikah?"

"Sudah lulus kuliah apa lagi? Nikah sana !"

"Sudah ada calonnya belum?"

"Ditunggu ya undangannya"

atau ketika datang ke sebuah acara pernikahan tak sedikit yang bertanya :

"Kapan nyusul?"

Mungkin juga ada percakapan yang menunjukan kepasrahan seperti ini :

"Kapan nikah?"
"Jangan tanya kapan saya nikah, cariin aja calonnya nanti saya nikahi"

Ada yang bilang indah itu jika hati yang senantiasa resah dan gelisah menemukan sakinah dalam nikah, tapi tak sedikit yang mempunyai prinsip indah itu sendiri dan bisa melakukan apa saja sendiri. 

Orang yang menikah memiliki kadar kortisol (hormon stres) lebih renda, maka pernikahan bahagia bisa membantu mencegah stroke. Itu jika pernikahannya bahagia. Sekarang ini kita mungkin sering melihat banyak pernikahan "gagal", tidak KDRT, pasangan yang selingkuh, suami tidak menafkahi istri, peran istri dan suami menjadi terbalik, suami yang poligami tapi tak adil, atau istri yang menjual diri untuk makan dan didukung oleh suaminya. Begitu mengerikannya hal-hal seperti itu. Jadi, masih ingin menikah? Tentu tidak semua pernikahan "gagal", trauma kadang menjadi pemicu seseorang memutuskan hidup sendiri. Sebenarnya lebih baik menikah. Teorinya seperti itu.

Masih ada pemikiran kusut tentang menikah, jika menikah adalah menyerah untuk menerima segala masalah. Terbukanya pintu masalah, tapi apakah mungkin hidup ini tanpa masalah. Yang katanya jika tidak ada masalah itu pun masalah.

Mungkin juga tak sedikit yang resah, bahkan ketakutan ketika kelak menikah dengan pasangan yang sama sekali tidak dicintainya. Bagaimana dengan itu?
Apakah kita harus menikah dengan seseorang yang kita cintai?
Sebab ada pula manusia yang tak mau belajar untuk mencitai, apalagi di jaman sekarang manusia ingin ada timbal balik. Kalau mencintai seseorang ya orang itu harus dicintai pula. Rumit? tentu tidak. Segalanya akan berjalan dengan sendirinya. Masih resah?

Menikah adalah komitmen untuk saling melengkapi, bukan hanya sekedar untuk mengubah status saja.

Sesuatu yang baik akan tetap akan tetap menjadi baik jika diawali dengan proses yang baik. Kamu setuju bukan kalau nikah adalah sesuatu yang baik? 

Maaf jika corat-coret ini tidak sejalan dengan jalan pikiran kalian. Sekedar menuangkan isi sampah di kepala dan blog ini adalah TPA nya (Bantar Gebang). Namun, apalah arti Jakarta tanpa Bantar Gebang.


Tertanda,

Nirmala Hapsari
Cakung, Januari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar