Nirmala

Jumat, 06 Februari 2015

Untuk Tuan Kazıklı Voyvoda

Untuk Tuan Kazıklı Voyvoda,

Dengan kesadaranku sendiri, kali ini aku yakini tuan. Benar tuan, ini adalah surat terakhir yang aku tulis untuk tuan.
Sesekali nafasku sesak melihat keadaan yang tak semestinya.

Memusatkan semua perhatianku pada tuan membuat aku semakin menggila tuan.
Aku menyerah pada titik ini.
Titik dimana aku sudah tidak bisa menerima lagi siapa-siapa yang ingin mencoba bersama ku.

Tenang tuan.
Aku tak akan mengganggumu dengan surat-surat ku.
Karena ada salah seorang sahabatmu berkabar padaku.
Bahwasanya tuan merasa terganggu akan kehadiran surat-surat dari ku.

Selamat berbahagia ya tuan,
ku dengar sebentar lagi tuan akan membawa putri entah dari negeri mana untuk dikenalkan pada orang tua tuan.
Selamat.
Padahal aku setiap hari berdoa supaya tuan hendak memperkenalkan aku pada orang tua tuan.
Tapi tak apa-apa

Kini aku punya kata-kata sakti
yang aku lafalkan setiap hari



Aku tak ingin mencintaimu 
Aku tak ingin mencintaimu
Aku tak ingin mencintaimu

Aku tak pernah lupa kata-kata itu
Dari,

Putri Nirmala (Negeri Sebelah Tuan)

Rabu, 04 Februari 2015

Teh Manis Hangat Pagi ini #30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-7


Kepada Pria yang Takut Tehnya Habis,

Pagi ini

Aku memikirkan akan hangatnya senyummu
Teduhnya wajahmu
Tak beraturannya rambutmu
Serta tajamnya tatapan matamu

Di ruang yang luas ini

Aku menyulam harapan
Akan sebuah kebersamaan
Bersama ganjilnya perasaan

Masih di pagi ini

Aku masih memunguti huruf yang berserakan di lantai
Aku tahu saat ini kamu senang menyendiri ke pantai
Serta segala harap membuat tubuhku gontai

Masih di ruang yang luas ini

Aku rasa surat ini mengandung hukum kontradiksi yang bagus
Yang suatu pernyataan tidak mungkin benar dan salah sekaligus

Masih di pagi dan di ruang yang luas ini

Aku nikmati sentuhan jemariku di dinding luar cangkir teh manis panas berwarna putih
Mataku masih terpaku akan gambar wajahmu di samping cangkir teh manis panas ini
Apa yang terjadi?
Aku menemukan jawaban dari segala yang tak pernah aku pertanyakan di sudut hatiku

Dari,
Penikmat Teh Manis Hangat Pagi ini

Selasa, 03 Februari 2015

Tentang Pertemuan yang Kekal dalam Ingatan #30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-6

Untuk Seseorang yang Ku Sebut Besi, 

Tentang pertemuan yang terlalu menyenangkan.
Tentang seseorang adalah kamu yang banyak menulis di kertas usang hidupku.
Tentang bagaimana cara tuhan mempertemukan kita.
Dan tentang yang membuat hati berdesir, pertemuan yang tidak sengaja dan begitu berkesan.

Saat itu selepas sholat Dzuhur di Mushollah Kampus Kimia kita. Aku yang sedang mengikuti OSPEK di hari pertama.
Sambil menoleh ke arahku kamu bertanya, "Setelah ini kegiatannya apa lagi?"
Aku tak menjawab pertanyaanmu itu, tapi aku langsung mengeluarkan jari telunjukku, menunjuk ke arah kamu dan berkata
"Oh lo anak baru juga?"

Kamu diam dan tersenyum sambil diam-diam kamu menatapku. Aku rasa diammu itu meng-iya-kan pernyataanku tadi.
Lalu aku melanjutkan OSPEK, sederet acara itu yang membuatku itu adalah derita mahasiswa baru. Aku terima. Teman-temanku menyenangkan.
Seorang telah datang dengan rona warna gelap muncul di balik utara, menerawang seberapa digit dalam kegelisahanku.
Aku terpenjara dalam kekuasaan waktu.
Mengapa begini?
Ternyata seseorang yang kutemui di mushollah tadi itu bukan mahasiswa baru sepertiku yang sedang mengikuti OSPEK.

Lututku lemas, tubuhku gemetar.

Aku dipanggil untuk berbicara dengannya.
Aku berhadapan denganmu.

Semakin tidak karuan perasaan ini.
Habislah aku dicabik-cabik kelakuanku sendiri.

"Coba baca ini?" Kata mu dengan tatapan mata yang sangat tajam.

Aku coba membacanya dan ah ternyata aku masih belum paham apa itu. Hanya sebuah lembar halaman depan dari Tugas Akhir tentang Zeoilt Alam Bandung untuk Bahan Bakar lengkap dengan nama mahasiswa yang membuatnya. Ya itu kamu. Tapi aku masih belum paham. Dan akhirnya aku meminta bantuan temanku untuk mengartikan halaman depan itu.

Dengan kejadian OSPEK di hari pertama aku tahu namamu.

Dan beberapa lama kita tak bertemu. Kamu sudah melanjutkan karirmu. Bekerja di salah satu Laboratorium Lingkungan. Hingga entah mengapa tuhan mempertemukan kita kembali dalam ruang tak berjarak. Kita saling mengenal. Aku tidak begitu tahu kenapa kamu terlihat begitu perhatian kepadaku. Barulah ketika aku sadar, ketika kamu mengungkapkan perasaaannya lewat kata-kata yang aku rasa tidak romantis.
Pertemuan yang berkesan dan kamu meninggalkan aku dengan berjuta kenangan. Entah aku atau kamu yang saling meninggalkan. Sejak wanita itu datang dengan ribuan perhatian dan kasih sayang yang dia berikan.

Aku mundur.

Ini masa ku, hanya sebuah kata yang tersirat maknanya dan lagi-lagi menambah sendu di dada.
Siang itu di ruang kamar, terik matahari dan teduhnya mimpi. Membuyarkan harapan-harapanku.
Aku membiarkan kamu berjalan lebih jauh bersama wanita itu. Sebab aku sadar. Aku sadar betul perselingkuhan itu terjadi karena salah satu pasangan merasa tidak nyaman dengan pasangannya. Dan ku rasa aku telah membuat kamu dan dirimu menjadi tidak nyaman lagi.

Maaf, aku tidak bisa menjawab pertanyaan darimu. Aku rasa sudah cukup.

"Jika kita ditakdirkan untuk tidak bisa saling bersama, jangan kamu selalu tanyakan kepadaku




"Kenapa tuhan mempertemukan kita dengan cara yang sebegitu berkesannya
?"






Dari,
Aku

Lelaki Jangkung Berbaju Merah #30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-3

Dear Lelaki Jangkung Berbaju Merah,

Apa kabarmu hari ini?
Aku harap kau ingat denganku.
Aku harap juga kamu masih ingat ketika dengan malu kamu bertanya siapa namaku.

Ingatkah kamu akan percakapan kita? Baiklah. Aku tahu kamu lupa dan aku akan menceritakannya kembali.

Aku sempat bertanya ketika pertemuan kita yang kedua, di sudut kota, dengan suasana mendung dan penuh cemas serta harap.
Aku bertanya "Apa yang membawamu kemari?”

”Kenangan.” Katamu.

”Palsu!”

Kalau ini hanya soal kenangan, tidak perlu menunggu 4 tahun setelah semua berlalu.
Kamu tersenyum. Hanya sebentar kecanggungan di antara kita sebelum kata-kata obrolan meluncur seperti peluru-peluru yang berebutan keluar dari magasin.
Bertemu denganmu, mau tidak mau mengingatkan kembali pada pengalaman kita dahulu. Pengalaman yang menjadikan kita, walau tidak setiap waktu, selalu lekat diingatanku.

Kita tertawa. Tertawa dan tertawa seakan-akan seluruh rentetan kejadian yang akhirnya menjadi pengingat abadi hubungan kita .
Kini waktu telah menghapus semua keabadiannya.
Kamu lalu mengajak aku ke halaman belakang di mana kita pernah bersama-sama menikmati cokelat panas bersama.

Mataku kemudian melirik pakaian yang kamu kenakan. Sebagai pengingat yang baik, aku selalu ingat baju apa yang kamu pakai pertama kali kamu bertemu denganku.
Kali ini kamu kenakan pakaian itu lagi. Aku suka dengan baju merah yang kamu kenakan. Kamu seperti melekatkan kembali sesuatu yang sudah aku lepas.

Aku rasa ini terlalu jauh jika kita membicarakan hal semestinya sudah tidak layak untuk kita bicarakan.
Satu hal yang harus kamu tahu.
Aku tidak menunggu kamu sekarang, karena ada lelaki yang setia di sampingku yang selalu menemaniku tanpa aku harus menunggu.

Salam,
Aku

Senin, 02 Februari 2015

Pria dan Buku #30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-4

Untuk Pria Berkemeja Putih

Di ruang tamu tersedia dua cangkir teh hangat lengkap dengan kue yang manisnya lebih manis daripada teh hangat itu. 
Di luar hujan deras. 
Di diriku ada magnet dari kamu yang menarik aku untuk berdiskusi denganmu.
Kali ini tentang buku. Setelah kamu dapati aku sedang membawa buku favoritku. Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.

Kamu mulai dengan cerita sewaktu kamu mencari buku-buku Pram. Kamu mencari sebelum reformasi, baru kamu temukan di social agency Jogja. Buku-buku terlarang katamu banyak dijual di sana. Terakhir tahun 2000an katamu buku-buku Pram sudah dijual bebas, kecuali satu judul Bukan Pasar Malam. Kamu juga melanjutkan ceritamu, sambil sesekali meneguk teh hangat itu. Waktu kuliah dulu memang pikiranmu pro ke kiri. Pram, Tan Malaka, Nitzche, Cumus dll. Kamu mengalami pergumulan pemikiran mereka. 

Aku minum teh hangatku, tak ku habiskan karena aku tahu kita akan banyak bercerita. Benar saja kamu lanjut bercerita tentang buku-buku sufi. Katamu semua itu proses perjalanan hidup.

Aku masih ingat saat kamu melanjutkan ceritamu katamu dalam studi linguistik itu ada yang disebut analisis wacana atau dalam studi sosial agama disebut hermenetik. 

Dan kamu tahu, aku pun selalu ingat katamu kenikmatan pembaca adalah saat bisa menyelami opini yang ingin diteriakan oleh penulis itu nikmat sekali. Lalu kita paham konteks sosio kultur saat dia menulis itu, kondisinya seperti apa. Kita bisa menangis, bisa tertawa, bisa melamun berhari-hari atau bisa tiba-tiba ada di jalan, di stasiun kereta. Hanya ikut merasakan hati dan pikiran penulis. Katamu sama seperti ketika kamu membaca narasi cintanya Gibran. Itu persis seperti orang ditolak cinta. Sakit. Perih. 


Ternyata teh hangatku sudah habis. 

Aku menantikan saat-saat diskusi bersamamu lagi. 
Untuk sekian kalinya aku mengucapkan terimakasih tentang segala pernah. 


Dari, 
Teman diskusimu saat hujan


Minggu, 01 Februari 2015

Secangkir Kopi #30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-3

Dear Secangkir Kopi,

Di tempat ini aku ditemani aromamu serta bayangan pria dalam pekat warnamu.
Begitulah. Yang aku paham cuma cara menikmati kamu, aromamu, warnamu dan bayangan pria itu.

Ku biarkan bayangan yang ada dalam pekatnya warnamu berlari dan keluar dari pengelihatanku. Ternyata tak semudah yang aku kira.

Berkuasalah atas segala yang merindu, yang tak pernah tahu bahwa dirinya (yang hanya bayangan) itu selalu aku rindukan.

Siapa yang menyangka aku bertemunya lagi. Walau hanya dalam pekatnya warnamu.

Maaf aku minum kamu :
Aku, bayangan pria dalam pekatmu, dan harapan yang lain yang aku kira masa depan dan semua yang cuma andai.

Tertanda,
Pecinta bayang pria dalam pekatnya warnamu