Kamu. Ya kamu yang
sekarang lebih banyak memilih menyalurkan waktumu untuk merajut hari denganku.
Bukan hal yang tak mungkin bila kamu jenuh, bahkan lelah dengan segala
tingkahku. Kamu yang sering membuatku tak mampu merasakan cinta lagi selain
dengan kamu.
Perkenalan ini begitu
singkat, tapi memulai suatu denganmu tidak memiliki keraguan yang berlebihan.
Hingga aku sadar kalau kamu memang mapan, mapan yang aku inginkan, mapan
menurut definisiku. Keraguan itu nyaris jera terbesit lagi di hati dan fikiranku.
Kamu. Ya kamu yang
sering mengorbankan banyak hal untuk aku yang bahkan belum sepenuhnya mengerti
apa yang ada di relung jiwamu tentangku, yang bahkan sering menduakan cinta
malaikat duniamu demi aku. Kerinduan tentang seseorang yang mampu menguasai jiwaku
nyatanya belum aku butuhkan, tetapi entah ini anugerah atau keajaiban, sama
sajalah menurutku. Hei, aku belum beranjak dari jiwa kesakitan akibat cinta
masa lalu, keagunganmu mengalirkan berbagai spekulasi yang erat akan sebuah
lantunan ceria yang akan aku jelang. Tapi sungguh aku tak mendudukkanmu seolah
sebagai alat peralihan masa lalu, sungguh.
Derai bualan cinta
nyatanya tak terlontar olehmu dalam setiap jamuan cengkeraman guyonan kita.
Hati dan telinga ini begitu paham, sehingga tuntutan pun runtuh. Ya, runtuh.
Seyogyanya, segala bijakmu, tindakan cinta akan perasaanmu, hangatnya gurauan
matamu yang meruntuhkan emosi negatifku. Luapan imajinasi akan lautan bahagia
keluarga masa depan akan aku lakonkan denganmu, dengan setting latar dan waktu
yang tepat, tema yang luar biasa bahagia dunia akhirat, alur maju meski kadang
kala perlu sedikit menoleh ke arah bayangan, dan ini akan menjadi cerita non
fiksi kita, bukan hanya sekedar trilogi, tapi kontinulogi alunan cinta kita.
Dunia ini memang
terlalu adil untuk insan seperti aku.
Diposkan oleh Ambaria_29 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar